Pages


Proses Evolusi Secara Universal
            Pada abad ke-19 adanya pengaruh berpikir para cendekiawan, para ahli hukum, para ahli sejarah kebudayaan, para ahli folklor, dan para ahli filsafat mengenai beberapa soal yang berhubungan dengan kehidupan manusia di dunia ini. Contohnya: soal asal-mula dan evolusi kelompok keluarga, asal-mula dan evolusi konsep hak milik, asal-mula dan evolusi negara, asal-mula dan evolusi religi, dan lain sebagainya.
            Semua hal di atas dipandang dalam proses masyarakat manusia yang telah berkembang dengan lambat (berevolusi), dari tingkat-tingkat yang rendah dan sederhana, ke tingkat-tingkat yang semakin lama semakin tinggi dan kompleks. Itu semua disebut proses evolusi sosial universal.  Semua proses evolusi itu dialami oleh semua masyarakat manusia di muka bumi ini, walaupun kecepatannya berbeda-beda satu sama lain. Bukti adanya perbedaan itu ialah masih adanya kelompok-kelompok manusia yang hidup dalam masyarakat yang bentuknya belum banyak berubah.

Konsep Evolusi Sosial Universal Menurut H. Spencer
Spencer lahir di Derby, Inggris 27 April 1820. Ia tak belajar seni dan humaniora, tetapi di bidang teknik dan bidang-bidang utilitarian. Tahun 1837 ia mulai bekerja sebagai insinyur sipil jalan kereta api, jabatan yang dipegangnya hingga tahun 1846. Selama periode ini Spencer melanjutkan studi atas biaya sendiri dan mulai menerbitkan karya ilmiah dan politik. Selama periode ini Spencer melanjutkan studi atas biaya sendiri dan mulai menerbitkan karya ilmiah dan politik. Tahun 1848 Spencer ditunjuk sebagai redaktur The Economist dan gagasan intelektualnya mulai mantap. Tahun 1850 ia menyelesaikan karya besar pertamanya, Social Statics. Selama menulis karya ini Spencer untuk pertama kali mulai mengalami insomnia (tak bisa tidur) dan dalam beberapa tahun berikutnya masalah mental dam fisiknya ini terus meningkat. Ia menderita gangguan saraf sepanjang sisa hidupnya.
Tahun 1853 Spencer menerima harta warisan yang memungkinkannya berhenti bekerja dan menjalani sisa hidupnya sebagai seorang sarjana bebas. Ia tak pernah memperoleh gelar kesarjanaan universitas atau memangku jabatan akademis. Karena ia makin menutup diri, dan penyakit fisik dan mentalnya makin parah, produktivitasnya selaku sarjana makin menurun. Akhirnya Spencer mulai mencapai kemasyhuran tak hanya di Inggris tetapi juga reputasi internasional. Richard Hofstadter mengatakan, “Selama tiga dekade sesudah perang saudara, orang tak mungkin aktif berkarya di bidang intelektual apapun tanpa menguasai (perkiraan) Spencer.” (1959:33).

Dalam hal ini H. Spencer mempergunakan bhan etnografi dan etnografika secara luas dan sistematis. Buktinya adalah ia telah menciptakan buku yang mengandung keterangan padat dan ringkas tentang bentuk dan sejarah masyarakat dari berpuluh-puluh bangsa atau suku-bangsa dalam suatu daerah atau benua tertentu. Menurut Spencer, berdasarkan konsepsi bahwa seluruh alam itu, baik yang berwujud non organis, organis, maupun superorganis, berevolusi karena didosrong oleh kekuatan mutlak yang disebut evolusi universal (Spencer 1876; I, 434).
Spencer melihat perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari tiap bangsa di dunia itu telah atau akan melalui tingkat-tingkat evolusi yang sama, tetapi ia juga tak mengabaikan fakta bahwa secara khusus tiap bagian masyarakat atau sub-sub kebudayaan bisa mengalami proses evolusi melalui tingkatan yang berbeda-beda.
Implementasi
  • Masa lalu
Pada manusia purba mengalami proses kemajuan cara berpikir yang disebabkan oleh pergantian lingkungan yang mereka tempati.
  • Masa sekarang
Manusia mampu menciptakan teknologi, seperti komputer yang diciptakan agar manusia tidak boros dalam penggunaan kertas.

Teori Evolusi Keluarga J. J. Bachofen
Johann Jakob Bachofen (22 December 1815 - 25 November1887) adalah seorang kolektor benda antik Swiss, ahli hukum dan antropolog, profesor hukum Romawi di Universitas Basel 1841-1845. Lahir dari keluarga kaya Basel aktif dalam industri sutra, Bachofen belajar di Basel dan di Berlin di bawah Agustus Boeckh, Karl Ferdinand Ranke dan Friedrich Carl von Savigny, serta di Göttingen. Setelah mempromosikan di Basel, ia belajar selama dua tahun di Paris, London dan Cambridge. Ia dipanggil ke kursi Basel hukum Romawi pada tahun 1841, tetapi ia pensiun pada awal 1845, dan diterbitkan sebagian besar karya-karyanya sebagai seorang sarjana swasta. Bachofen dimakamkan di pemakaman Wolfgottesacker di Basel.

          Bachofen yang paling sering dihubungkan dengan teori-teorinya sekitarnya organisasi masyarakat yg matriarkal prasejarah, atau Mutterrecht, judul mani kanan nya 1861 Ibu buku: suatu penelitian dari karakter keagamaan dan badan hukum dari organisasi masyarakat yg matriarkal di Dunia Kuno. Bachofen dirakit dokumentasi yang menunjukkan bahwa ibu adalah sumber dari masyarakat manusia, agama, moralitas, dan sopan santun. Beliau menduga sebuah kuno "ibu-benar" dalam konteks agama matriarkal purba atau Urreligion.

          Bachofen menjadi pendahulu penting dari teori-teori abad ke-20 organisasi masyarakat yg matriarkal, seperti budaya Eropa Lama didalilkan oleh Marija Gimbutas dari tahun 1950, dan bidang teologi feminis dan "Studi matriarkal" di tahun 1970 feminisme.
            Menurut Bachofen, di dunia ini seluruh keluarga manusia berkembang melalui empat tingkat evolusi, sebagai berikut:
1.      Dalam zaman yang telah lampau dalam masyarakat manusia ada keadaan promiskuitas (manusia hidup serupa sekawan binatang berkelompok, serta laki-laki dan wanita berhubungan dengan bebas tanpa adanya ikatan). Akan tetapi lambat laun manusia sadar hubungan antara ibu dengan anak-anaknya sebagai suatu kelompok keluarga inti dalam masyarakat. Mereka hanya mengenal ibunya, tetapi tidak mengenal ayahnya.
2.      Tingkat kedua ialah dimana perkawinan antara ibu dengan anak laki-laki dihindari, dan dengan demikian timbul adat exogami. Kelompok-kelompok keluarga ibu menjadi luas karena garis keturunan untuk selanjutnya diperhitungkan melalui garis ibu (matriarchate).
3.      Tingkat ketiga ialah parah pria tak puas dengan keadaan matriarchate tadi. Pada akhirnya mereka mengambil calon-calon istri dari kelompok lain dan membawa gadis-gadis itu ke kelompok mereka. Dengan demikian keturunan yang dilahirkan tetap tinggal dikelompok pria. Kejadian ini lambat laun membuat psisi laki-laki (ayah) sebagai kepala keluarga. Dengan meluasnya kelompok-kelompok ini timbul keadaan yang disebut patriarchate.
4.      Tingkat keempat, endogami atau perkawinan  di dalam batas-batas kelompok menyebabkan bahwa anak-anak sekarang senantiasa berhubungan langsung dengan anggota keluarga ayah maupun ibu. Dengan demikian, patriachate lambat laun hilang dan berubah menjadi suatu susunan parental.

Implementasi
  • Masa lalu
Pada kaum Sodom, dimana mereka melakukan hubungan seksual dengan bebas. Baik kaum laki-laki maupun kaum perempuan.
  • Masa Kini
Apabila ada seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan bebas, kemudian perempuan itu hamil diluar nikah. Maka perempuan beserta anaknya biasanya dikucilkan oleh masyarakat. Maka zaman sekarang suatu hubungan harus di sahkan oleh ikatan pernikahan agar tidak dikucilkan oleh masyarakat.


Teori Evolusi Kebudayaan di Indonesia
G. A. Wilken (1847-1891)
G.A.Wilken (1847-1891) adalah seorang ahli antropologi Belanda. Salah satu karangannya adalah tentang teori evolusi perkawinan dan keluarga yang berjudul Over de Primitieve Vormen van het Huwelijk an de Oorsprong van het Gezin (1880-1881). Ia memulai karir pada tahun 1869 sebagai pegawai Pangreh Praja (Pamong Praja) Belanda di Buru (Maluku), Gorontalo, dan Ratahan (Sulawesi Utara), Sipirok, dan Mandailing (Sumatra Utara).
Wilken merumuskan sebuah teori tentang tektonimi yaitu tentang hakekat perkawinan. Ia berpendapat bahwa pada mulanya maskawin hanya merupakan sebuah alat perdamaian antara pengantin pria dan pengantin wanita setelah berlangsung kawin lari. 
Implementasi
  • Masa lalu
Pada zaman purba mas kawin tidak berlaku. Mereka berhubungan seperti hewan. Tidak ada ikatan pernikahan.
  • Masa Kini
Mas kawin menjadi hal yang wajib dalam suatu ikatan pernikahan karena mas kawin sebagai tanda bahwa wanita itu istilahnya “dibeli” oleh si lelaki untuk dijadikan istri.

Teori Evolusi Kebudayaan L. H. Morgan
            Lewis H. Morgan (21 November 1818 - 17 Desember 1881) salah satu perintis antropologi di Amerika, dan salah satu ilmuwan sosial terbesar abad kesembilan belas di Amerika Serikat. Ia terkenal karena karyanya mengenai kekerabatan dan struktur masyarakat, teori-teorinya tentang evolusi sosial, dan etnografi tentang Iroquois. Hasil studinya mengenai kekerabataan, Morgan menjadi pendukung asumsi awal bahwa suku asli  Amerika telah bermigrasi dari Asia pada zaman kuno. Teori-teori tidak banyak berpengaruh, bahkan begitu dikecam di Amerika tempatnya sendiri. Justru kemudian teori Morgan banyak menjadi pijakan kaum komunis di Uni Soviet.  Ia juga seorang ahli hukum yang lama tinggal di antara suku bangsa Indian Iroquois di daerah hulu Sungai St. Lawrence. Berdasarkan hasil risetnya Morgan membagi delapan proses tingkat evolusi sebagai berikut:
1.      - Zaman Liar Tua, ialah zaman awal adanya manusia sampai ia menemukan api; dalam zaman ini manusia hidup nomaden kegiatan mereka meramu, mencari akar-akar, dan tumbuh-tumbuhan liar.
2.      - Zaman Liar Madya, yaitu zaman awal manusia menemukan api sampai menemukan senjata busur-panah; dalam zaman ini manusia hidup mencari ikan di sungai-sungai atau menjadi pemburu.
3.      - Zaman Luar Muda, yaitu zaman sejak manusia menemukan senjata busur-panah sampai mereka mampu membuat barang-barang tembikar; mata pencaharian mereka adalah berburu.
4.      - Zaman Barbar Tua, yaitu zaman sejak manusia mampu membuat tembikar sampai mereka mulai bternak atau bercocok tanam.
5.      - Zaman Barbar Madya, yaitu zaman sejak manusia bternak atau bercocok tanam sampai mereka menemukan kepandaian membuat benda-benda dari logam.
6.      - Zaman Barbar Muda, yaitu zaman sejak manusia mampu membuat benda-benda dari logam sampai mereka mengenal tulisan.
7.      - Zaman Peradaban Purba
8.      - Zaman Peradaban Masakini

Implementasi
  • Masa lalu
Masyarakat purba menemukan alat seperti busur-panah dengan cara yang berangsur-angsur lama. Karena mereka menyesuaikan cara berpikir mereka dengan keadaan lingkungan sekitar mereka.
  • Masa Kini
Kebutuhan masyarakat manusia sekarang dengan mudah didapatkan, apabila seseorang tidak mengetahui arah ke tujuan mereka. Mereka bisa menggunakan GPS (Global Positioning System) yang dengan mudah akan menunjukkan jalan ke arah yang akan kita tuju.


Teori Evolusi Religi E. B. Tylor
            Sir Edward Burnett Tylor (2 Oktober 1832 - 2 Januari 1917), Antropolog dari Inggris yang berdiri mewakili evolusionisme budaya yang ia tampakkan dalam karya-karyanya Primitive Culture dan Anthropology, ia mendefinisikan konteks penelitian ilmiah antropologi, berdasarkan teori evolusi Charles Lyell. Dia percaya bahwa ada sifat universal dalam setiap kebudayaan terutama dalam masyarakat dan agama. E B Tylor dianggap oleh banyak orang sebagai tokoh pendiri ilmu antropologi sosial, dan karya ilmiah itu dilihat kontribusinya pada disiplin Antropologi yang mulai terbentuk di abad ke-19. Dia percaya penelitian yang menjadi sejarah dan prasejarah manusia dapat digunakan sebagai dasar bagi perubahan agama masyarakat. Awal karirnya dimulai pada saat perjalanannya ke Meksiko pada tahun1856 meskipun hanya sebagai asisten peneliti dan dianggap mempunyai keahlian dibidang arkeologi tetapi hasil dari ekspedisi tersebut ia sempatkan untuk menulis sebuah karyanya yang pertama berjudul Anahuac, or Meksiko and Mexicans, Ancient and Modern (1861). Ia adalah orang Inggris yang mendapatkan pendidikan dalam kesusastraan peradaban Yunani dan Rum Klasik, dan baru kemudian tertarik akan ilmu arkeologi. Ia mempunyai pendapat bahwa seorang ahli antropologi bertujuan mempelajari sebanyak mungkin kebudayaan yang beraneka ragam di dunia, mencari unsur persamaan dalam suatu kebudayaan, kemudian mengklaskan berdasarkan unsur-unsur persamaan itu sedemikian rupa. Sehingga tampak sejarah evolusi kebudayaan dari tingkat permulaan hingga ke tingkat yang akhir.
Kemudian pada tahun 1874 Tylor mengeluarkan buku yang berjudul Primitive Culture, yang di dalamnya ada teori tentang asal mula agama menurut Tylor yang berbunyi: “Asal mula religi adalah kesadaran manusia akan adanya jiwa.” Kesadaran akan faham jiwa itu disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1.      Perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Adanya perbedaan itu manusia mulai sadar akan adanya suatu kekuatan yang menyebabkan gerak, yaitu jiwa.
2.      Adanya peristiwa mimpi manusia melihat bahwa dirinya ada di tempat-tempat lain, bukan di tempat di mana ia sedang tidur. Maka manusia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang sedang di tempat tidur dan suatu bagian lain ada di tempat-tempat lain. Bagian lain itulah yang disebut jiwa.
Tylor berpendirian bahwa walaupun sedang melayang, hubungan jiwa dan jasmaninya pada saat tidur atau pingsan tetap ada. Sedangkan apabila manusia mati jiwanya melayang terlepas dan terputuslah hubungan dengan jasmani untuk selama-lamanya.
Di bawah merupakan tingkatan evolusi religi menurut E. B. Tylor:
1.      Pada tingkat tertua dalam evolusi religi, manusia percaya bahwa jiwa dikendalikan oleh makhluk-makhluk halus, sehingga mereka percaya bahwa makhluk-makhluk halus tinggal di sekeliling tempat tinggal mereka. Karena makhluk halus tidak bisa dilihat maka mereka berkeyakinan kalau makhluk halus tersebut mendapat tempat penting dalam kehidupan manusia, sehingga menjadi obyek penghormatan, dan penyembahan yang disertai dengan berbagai uapacara berupa doa, sajian atau korban. Religi ini disebut animism.
2.      Manusia yakin bahwa gerak alam yang hidup juga disebabkan oleh jiwa yang berada di belakang peristiwa alam. Seperti: air sungai yang mengalir, gunung-gunung yang meletus, gempa bumi, dan lain sebagainya, itu semua disebabkan oleh makhluk-makhluk halus yang menempati alam.
3.      Timbulnya suatu susunan kenegaraan dalam masyarakat manusia, maka manusia berkeyakinan bahwa dewa-dewa alam (makhluk halus) juga mempunyai susunan seperti halnya pada masyarakat manusia. Oleh karena itu, manusia membaginya mulai dari dewa tertinggi sampai dewa yang terendah pangkatnya.
4.      Susunan dewa-dewa tersebut lambat laun menimbulkan kesadaran bahwa semua dewa itu pada hakikatnya hanya ada satu dewa, yaitu dewa yang tertinggi. Maka dari itu, manusia akhirnya berkeyakinan pada satu Tuhan (monotheism).
Implementasi
  • Masa lalu
Manusia percaya pada makhluk-makhluk halus. Mereka percaya bahwa makhluk halus ada di sekitar mereka, karena makhluk halus itu gaib maka mereka berkeyakinan makhluk halus itu penting dalam hidupnya.
  • Masa Kini
Masyarakat percaya akan adanya Tuhan yang menciptakan mereka. Yang ditunjang dengan adanya kitab-kitab perjanjian lama.

Teori J. G. Frazer Mengenai Ilmu Gaib dan Religi
            Sir James George Frazer (1 Januari 1854 - 7 Mei 1941) adalah seorang antropolog sosial berkebangsaan Skotlandia berpengaruh pada tahap awal dari studi ilmiah mengenai mitologi dan perbandingan religi dan juga seorang ahli folklor yang mempergunakan bahan etnografi dalam karyanya. Tesenya mengenai asal mula dan perkembangan jiwa ilmu gaib dan religi yang diyakininya melalui proses tahapan membuatnya digolongkan sebagai salah satu penganut evolusionism.
Teori Frazer: “Manusia memecahkan soal-soal hidup nya dengan akal dan sistem pengetahuannya, tetapi akal dan sistem pengetahuan itu ada batasnya. Makin terbelakang kebudayaan manusia, makin sempit lingkaran batas akalnya. Soal-soal hidup yang tidak bisa dipecahkan dengan akal dipecahkannya dengan magic.” Jadi, manusia dulu dalam memecahkan masalah awalnya melalui akal pikirannya, setelah akal pikiran tidak mampu lagi untuk memecahkan masalah, maka manusia memilih ke jalur magic, setelah jalur magic tidak bisa ditempuh juga maka manusia yakin bahwa alam didiami oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa daripadanya, kemudian manusia mencari hubungan dengan makhluk-makhluk halus tersebut. Dengan demikian muncullah religi.

Implementasi
  • Masa lalu
Manusia dulu mempunyai kekuatan magic. Kekuatan itu digunakan manusia untuk memecahkan masalah yang sudah tidak bisa dipecahkan dengan akal. Kekuatan magic tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah bantuan dari makhluk-makhluk halus, seperti jin dan tuyul yang mereka pelihara untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah. Tetapi, jin dan tuyul itu membantu manusia tidak gratis, melainkan manusia harus mempunyai persembahan (sesaji), agar tuyul dan jin tersebut mau membantu mereka.
  •   Masa Kini
Teknologi sudah semakin canggih, manusia memecahkan masalah bisa dengan kekuatan robot. Seperti, membangun gedung sekarang tidak perlu susah-susah mengerahkan banyak orang. Kita bisa menggunakan alat seperti robot untuk memindahkan bata maupun pasir.

Menghilangnya Teori-Teori Evolusi Kebudayaan
            Pada akhir abad ke-19 timbullah kecaman-kecaman hingga serangan-serangan terhadap konsepsi dasar dari teori-teori tentang evolusi kebudayaan manusia. Pengumpulan bahan keterangan baru, terutama sebagai hasil penggalian prehistori, bertambah banyak berkat aktifitas para ahli antropologi sendiri. Dengan demikian mulai tampak bahwa tingkat-tingkat evolusi dari para penganut teori evolusi kebudayaan itu merupakan hasil konstruksi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan, yang lama-kelamaan tak dapat dipertahankan lagi.
 
Located in Surabaya Lama, the complex Dutch colonial-style mansions built in 1862 and is now a preserved historical site. The beginning founded as an orphanage run by the son of the Dutch government, the complex was purchased in 1932 by Liem Seeng Tee, the founder of Sampoerna.

Moseum offers a unique experience, from the story of the founding Sampoerna family up close look at the production facilities and hand-rolled cigarette ends with an unforgettable experience of rolling cigarettes using traditional equipment. You can join the 3,000 women in this factory which each person can be rolled more than 325 cigarettes per hour.
One of the interesting tourist sites visited in the House of Sampoerna Surabaya. Here you will find the first cigarette factory owned by the Sampoerna family. You can see the Sampoerna family history to the way of making a traditional cigarette. Although you are not a smoker, but interesting to visit this museum to find out the history of cigarettes in Indonesia. Here, you can also learn about how seldom business tenacity and discipline that made ​​the founder of Sampoerna produces one of the most successful businesses in Indonesia.